Indonesian Web Site on Agribusiness Information
Agribusiness Online - Indonesian Agribusiness on the Net

Home



PRODUKSI  KEDELAI  NASIONAL  BELUM  MENCUKUPI
(National Soya Bean Production)


Last Update : Minggu, 21. Oktober 2001 23:32:33


Kacang kedele bagi industri pengolahan pangan di Indonesia banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan tahu, tempe dan kecap. Jenis industri yang tergolong skala kecil - menengah ini tetapi dalam jumlah sangat banyak menyebabkan tingginya tingkat kebutuhan konsumsi kedele yang mencapai lebih dari 2,24 juta setiap tahunnya. Padahal pada kenyataannya, kapasitas produksi nasional tahun 2000 hanya mampu menghasilkan 1,19 juta ton dari areal pertanaman kedele seluas 967.002 ha.  Ini berarti ketergantungan akan suplai kedele impor setiap tahunnya bisa mencapai di atas 1,16 juta ton. Sementara tahun 1998 Indonesia mengimpor kedele sebanyak 343.124 ton. Lonjakan importasi kedele disebabkan peningkatan konsumsi produk industri rumahan (tahu, tempe), yang jenis makanan ini semakin banyak atau populer digunakan sebagai substitusi untuk produk hewani pada beberapa kondisi. Importasi kedele menghabiskan devisa sebanyak 200 - 300 juta US$ setahunnya.

Ketertinggalan tersebut bukannya tidak disadari Pemerintah, yang sudah sejak tahunan lalu telah mengupayakan untuk meningkatkan produksi kedele melalui berbagai program pendekatan seperti Program Pengapuran, Supra Insus, Opsus Kedelai, dan terakhir Program Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi Kedelai Jagung) yaitu melalui salah satu cara dengan Peningkatan Index Pertanaman (IP) 300 Menuju Swasembada Kedelai tahun 2001. Tetapi bahkan sampai saat inipun Indonesia belum mampu melakukan swasembada kedele. Pada dasarnya peningkatan produksi belum sebanding dengan peningkatan kebutuhan. Sejak akhir Pelita V, gejala ini sudah terlihat. Produksi hanya naik 6,55 % sementara kebutuhan akan kedelai mencapai 9,55 %.

Keunggulan Kedelai
Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia sehingga kedelai biasa dijuluki sebagai Gold from the Soil, atau sebagai World's Miracle mengingat kualitas asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan lengkap. Setiap 100 gram kedelai kering mengandung 34,90 gram protein, 331,00 kal kalori, 18,10 gram lemak serta berbagai vitamin dan mineral lainnya. Setiap 1 gram asam amino kedelai mengandung 340 mg isoleusin, 480 mg leusin, 400 mg lysine, 310 mg phenylalanine, 200 mg tirosin, 80 mg methionine, 110 mg cystine, 250 mg threonine, 90 mg tryptophane, dan 330 mg valine. Biji kedelai di Indonesia merupakan bahan baku utama untuk pembuatan tempe, tahu, taoco, kecap dan susu kedelai.  
Konsumsi kedelai oleh masyarakat Indonesia dipastikan akan terus meningkat setiap tahunnya mengingat beberapa pertimbangan seperti : bertambahnya populasi penduduk, peningkatan pendapatan per kapita, kesadaran masyarakat akan gizi makanan. Dibandingkan protein hewani, maka protein asal kedelai adalah murah dan terjangkau oleh kebanyakan masyarakat. Lagipula mengacu pada Pola Pangan Harapan (PPH) 2000 konsumsi kacang-kacangan masyarakat dinaikkan menjadi 35,88 gram per hari per kapita dibandingkan 13,00 gram per hari per kapita di tahun 1987 seperti yang juga dianjurkan oleh FAO. 
Kedele merupakan sumber protein rendah kolesterol sehingga bisa menjadi pilihan alternatip yang terandalkan di tengah merebaknya kekhawatiran akan kolesterol. Kedelai diketahui mempunyai pengaruh yang positip untuk pencegahan beberapa penyakit tertentu seperti jantung koroner dan kanker. Karena kedelai mengandung senyawa phenolik dan asam lemak tak jenuh yang keduanya berguna untuk menghalangi timbulnya senyawa nitrosamin yang menyebabkan kanker. Kedelai juga mengandung senyawa lecithin yang bermanfaat menghancurkan timbunan lemak dalam tubuh. 

Permasalahan
Sampai saat ini Indonesia adalah pengimpor potensial untuk komoditi kedelai. Kontradiktif dengan luasnya lahan potensial untuk pertanaman kedelai. Indonesia merupakan negara ketiga terbesar dari sudut luas areal tanaman kedelai yaitu 1,4 juta ha setelah China (8 juta ha) dan India (4,5 juta ha). Dari sisi produksi kedelai, Indonesia diketahui menduduki peringkat keenam terbesar di dunia setelah AS, Brazil, Argentina, China, dan India. Peningkatan produksi kedelai selama sepuluh tahun terakhir lebih banyak sebagai kontribusi perluasan areal tanam (73 %) dan sisanya 27 % berasal dari peningkatan produktivitas. Meskipun setiap tahunnya terjadi peningkatan produksi kedelai nasional tetapi tetap tidak bisa menyusul laju permintaan kedelai dalam negeri. Salah satu penyebabnya adalah produktivitas pertanaman yang rendah yaitu hanya 1,1 ton/ha. Jauh lebih kecil hampir setengahnya jika dibandingkan dengan Brazil dan Argentina yang mampu menghasilkan di atas 2 ton kedelai per ha.
Rendahnya produktivitas pertanaman kedelai bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Belum populernya penggunaan benih bermutu dan bersertifikasi oleh kebanyakan petani, mempertimbangkan harga benih yang lebih mahal. Benih kedelai asal-asalan berharga Rp 1.400 per kg sebaliknya benih bersertifikasi berharga Rp 3.000 - 3.500 / kg. Melalui penggunaan benih unggul ditaksir bisa menggenjot produksi kedelai menjadi 4 ton per ha.
2. Keengganan petani untuk menggunakan hanya benih bersertifikasi lebih banyak disebabkan oleh tingkat keuntungan relatip kecil yang dirasakan oleh petani. Sehingga pertanaman kedelai lebih banyak dilakukan secara tradisional.
3. Dari luas total areal pertanaman kedelai, 60 % ditanam pada lahan sawah (baik sawah tadah hujan, sawah beririgasi semi teknis maupun sawah beririgasi teknis), dan 40 % ditanam pada lahan tegalan (lahan kering). Kedua jenis areal lahan mempunyai masalah sendiri-sendiri dalam hal ketersediaan air. Kedelai pada stadium awal pertumbuhan, masa berbunga dan pembentukan serta pengisian polong membutuhkan air yang cukup banyak. Masalah kekeringan dapat menurunkan tingkat produktivitas tanaman kedelai sampai 40 - 65 %.
4. Pengendalian hama penyakit belum baik.  Terdapat 5 jenis penyakit utama yang penting yaitu busuk akar dan batang (penyebab Rhizoctonia solani) yang menyerang pada umur 10 HST, karat (penyebab Phakopspora pchyrhizi) yang menyerang pada umur 20 - 30 HST, kerdil kedelai (penyebab soybean stunt virus) menyerang pada umur 10 - 40 HST, Hawar daun bakteri (penyebab Pseudomonas syringae pv. glycinea) menyerang pada umur 40 HST dan bisul bakteri (penyebab Xanthomonas phaseoli) menyerang pada umur 20 - 30 HST.

Virus yang menyebabkan penyakit mozaik dan kerdil setidaknya diketahui 8 jenis yang mengancam produksi kedelai di Indonesia. Selain menyebabkan penurunan produksi, serangan virus ini juga menurunkan kualitas biji khususnya kandungan protein dan lemak. Virus bantut kedelai (SSV = soybean stunt virus) menyebabkan penurunan produksi 41 - 71 % atau setara 600 - 1.900 kg per ha. Virus mozaik kedelai (SMV = soybean mozaic virus) yang menyerang sejak tanaman muda menurunkan produksi 50 - 90 % atau setara 1 - 1,8 kwintal per ha. Penularan virus bisa secara mekanik, melalui vektor, atau benih.
Terdapat sedikitnya 19 jenis hama yang berpotensi mengancam produksi kedelai, di antaranya ulat grayak (Spodoptera litura), kutu aphis (Aphis glycine), lalat kacang (Ophiomya phaseoili), penggerek polong, kumbang kedelai (Phaedonia inclusa Stall). Kebanyakan menyerang daun, akar dan polong dan menyebabkan kerusakan fisik tanaman yang mengarah pada kematian tanaman.
Bisa disimpulkan bahwa rendahnya produktivitas kedelai di Tanah Air banyak disebabkan oleh gangguan hama penyakit, kebanjiran atau kekeringan, waktu tanam yang tidak tepat dan belum sempurnanya penerapan teknologi oleh petani.

Impor  Kedelai
Impor kedelai merupakan jalan pintas untuk memasok kekurangan dalam negeri, karena dalam beberapa hal harganya bisa lebih murah dan kualitas lebih baik (lebih besar). Bahkan sampai beberapa waktu lalu, sesuai kesepakatan dengan IMF yang tertuang dalam LoI (Letter of Intent) Pemerintah membebaskan bea masuk kedelai (BM 0 %) dan pajak pertambahan nilai (PPN 0 %) serta mengenakan pajak penghasilan (PPH 2,5 %). Tetapi kepada pihak asing dikenakan restitusi PPH apabila mengalami kerugian. Importasi kedelai di satu pihak merugikan petani karena harga komoditi cenderung melemah, tetapi pada sisi yang lain diharapkan juga bisa memacu petani untuk mengusahakan pertanaman kedelai secara efisien dan menerapkan teknologi tepat guna. Beberapa importir kedelai di antaranya Teluk Intan, Gunung Sewu, Agrokom, Cargill, dan Sekawan Makmur. 
Pemerintah diharapkan hingga tahun 2003 bisa menerapkan Bea Masuk Kedelai sebesar 27 % terhadap kedelai jenis HS.1201.000.1000 untuk melindungi petani kedelai nasional, seperti ditekankan oleh Menperindag beberapa waktu lalu. Beberapa negara ASEAN juga menerapkan bea masuk terhadap kedelai, misalnya Thailand menerapkan bea masuk 5 % untuk 2 jenis kedelai HS.1201.00.100 dan HS.1201.00.900. Filipina diketahui menetapkan bea masuk atas impor kedelai jenis HS.1201.00.1000.

Upaya Swasembada Kedelai
Intensifikasi kedelai di beberapa daerah pelaksana Intensifikasi Khusus (Insus) dapat meningkatkan produksi dari 1,2 juta ton / ha menjadi 2,0 - 2,5 ton / ha. Pada tahun 1995 / 1996 Pemerintah sudah menetapkan 10 Propinsi andalan untuk dikembangkan menjadi sentra produksi kedelai di antaranya yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Daerah Istimewa Aceh, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sumatera Selatan. Sasaran areal pertanaman kedelai ditetapkan seluas 1.767.000 ha. Program ekstensifikasi masih memungkinkan pada tanah sawah berpengairan, tadah hujan dan lahan kering. 
Usaha pertanaman kedelai harus membangkitkan gairah petani, jika tidak kedelai hanya akan dijadikan tanaman kedua. Bahkan tidak jarang lahan pertanian berubah fungsi menjadi lahan non pertanian seperti untuk industri dan perumahan. Petani akan diuntungkan apabila menggunakan benih varietas unggul ketimbang menggunakan benih varietas lokal karena hasil produksinya bisa dua kali lipat. Petani akan lebih merasa aman berusaha, apabila pertanaman kedelai dilakukan dalam prinsip kemitraan antara petani dan pengusaha. Pihak pengusaha akan menjamin pemasaran hasil, sementara petani bisa berkonsentrasi penuh pada teknis pertanaman. Pemerintah bisa mendukung dengan memberikan iklim bersaing yang sehat antara kedelai impor dan lokal dengan tetap memberikan perlindungan yang cukup terhadap petani. 


Summary :
Soybean requirement for home industry producing tofu, tempeh (fermented soybean cake) and soy sauce totally to reach 2.24 million ton per year. Such kind of food were becoming most popular among Indonesian in their daily menu. Instead of balance high protein content and more important much cheaper compare to animal product. Meanwhile local soybean production only to yield 1.19 million ton last year (967,002 hectare) as the shortage should be imported (1.16 million ton as cost as US$ 200 - 300 million ). The production increament 6.55 % still could not compete the increasing demand 9.55 % annually. The Gov't has conducted such a strategy in order to increase the local production and decrease import dependence as calcification program, followed by special operation on soybean years later, and latest program gema palagung (self sufficient on rice, soybean and crops) 2001. At least 10 provinces has been appointed to be a central soybean production area which is Central / East / West Java, Aceh, Lampung, South Sulawesi, West Nusa Tenggara, North / South Sumatera, Yogyakarta. Productivity will be increased (2.0 - 2.5 ton / ha) and extend planted area (1.767 million ha).

Well known as Gold from the Soil, national demand for soybean consumption will increase definitely every year. Refer to FAO recommendation, Gov't to improve the expectation of legumes consumption to be 35.88 gram per day per capita  in accordance with Food Expectation Pattern 2000. 

Indonesia becoming the potent soybean importer recently in contrary with it's extensive planted area which is the third world largest (1.4 million ha) after China (8 m ha) and India (4.5 m ha). Production increament in 10 years period mainly due to the expansion of planted area than of yield improvement. Low productivity (1.1 ton of soybean per ha) as more a consequency of under quality seed used.(because superiod seed cost much expensive) as worse as pest & disease infestation, prolonged drought & fluctuated water supply. Farmers were not quite interest in soybean since they can not compete with better quality and cheaper price imported one. Such a phenomenon becoming reason farmers keep planting soybean traditionally. 

Acquital import duty (0 %), value added tax / PPN (0 %) and 2.5 % income tax were became effective under such agreement between Gov't and IMF (Letter of Intent). Meanwhile domestic pressure insist to implement the impotition of import tax as much as 27 % for HS 1201.000.1000 to protect the local farmers to become effective in  next 2003. Similar policy were implemented by ASEAN countries such as in Thailandf ( 5 % for HS 1201.00.100 and HS 1201.00.900) and Philippine (HS 1201.00.1000). 
    


Reference :
1. R. Rukmana dan Y. Yuniarsih.  Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius. 1996.
2. T. Adisarwanto dan R. Wudianto. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah - Kering - Pasang Surut. Penerbit Swadaya. 1999.
3. Swasembada Kedele Belum Bisa Terwujud. Bisnis Indonesia. 18 Maret 2000. aac.
4. Petani Diimbau Kembangkan Kedele Unggul. Bisnis Indonesia. 28 Agustus 2000. msl.
5. Mennegkop : Aturan Impor Kedele Perlu Ditinjau. Bisnis Indonesia. 31 Agustus 2000. esa/ens.
6. Kedele Akan Dikenai Bea Masuk 30 %. Bisnis Indonesia. 29 September 2000. esa.
7. Kedele Akan Dikenakan BM 27 %. Bisnis Indonesia. 1 Nopember 2000. cp.


See Other Articles :

Memperbaiki Kualitas Garam Produksi Lokal  (Improving Local Salt Quality)


 ! Home Visit Our Sponsors Ads Articles Ads Here  ! Main Articles !   Directory  !