Situs Informasi Agribisnis  Indonesia
Agribusiness Online - Indonesian Agribusiness on the Net

Home


BUDI  DAYA  KERAPU  DAN  PELUANG  EKSPOR
(Grouper Cultivation to Face Export Challenge)


Last Update : Minggu, 21. Oktober 2001 23:36:01


Ikan kerapu merupakan ikan air laut yang belakangan ini dihargai cukup tinggi khususnya untuk konsumsi restoran-restoran besar di dalam maupun di luar negeri. . Ikan kerapu biasa diekspor dalam keadaan hidup ke beberapa negara seperti Singapura, Jepang, Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Amerika Serikat. Harga ikan kerapu di tingkat nelayan saat ini Rp 70.000 per kg hidup, bahkan untuk spesies tertentu yang lebih langka bisa dihargai jauh lebih mahal. Tingkat harga yang menarik dan kecocokan lingkungan budi daya ikan kerapu di banyak perairan pantai di wilayah Indonesia banyak menarik minat Pemerintah Daerah untuk bermitra dengan Perguruan Tinggi dan Pengusaha melakukan eksplorasi atas peluang investasi tersebut. Penyediaan benih, sampai sejauh ini, masih sangat tergantung dari hasil tangkapan dari alam.

Studi-studi kelayakan yang dilakukan di Pangkalan Susu (Langkat, Sumatera Utara) dan di Pacitan (Jawa Timur) membuka peluang untuk investasi budidaya ikan kerapu dengan sistem media tambak maupun sistem karamba terapung. Pemda Kabupaten Pacitan bekerjasama dengan Peneliti Universitas Indonesia memetakan areal potensial seluas 4 ha di pantai selatan Jawa. Kedekatan dengan konsumen di tujuan ekspor utama seperti Singapura maupun pasar domestik di Batam merupakan keuntungan tersendiri bagi pengembangan perikanan kerapu di Langkat, Sumatera Utara. Badan Pengembangan Sumber Daya Koperasi dan PKM di wilayah itu sudah merintis budi daya kerapu yang melibatkan 265 petani nelayan.

Tidak semua wilayah pantai cocok untuk budi daya kerapu, oleh karena itu penentuan lokasi harus memperhitungkan beberapa faktor penting antara  lain :

a. Terlindung dari gelombang besar dan badai, sebab ikan mudah menjadi stres dan
    menurunkan selera makan apabila terus menerus dihantam gelombang,
b. Terlindung dari ancaman predator yaitu hewan buas laut (ikan butal dan ikan besar
     lainnya) dan burung laut,
c. Terlindung dari ancaman pencemaran buangan limbah industri, limbah pertanian dan 
    limbah rumah tangga,
d. Terlindung dari hilir mudik lalu lintas kapal karena selain akan menimbulkan riak-riak
     gelombang juga buangan kapal (minyak solar dll) akan mencemari area pemeliharaan.


Penentuan kelayakan lokasi untuk pemeliharaan ikan kerapu dengan sistem karamba jaring apung menggunakan tabel bobot angka berdasarkan pengamatan atas parameter-parameter kunci. Lokasi dinyatakan baik apabila nilai 80 - 100, layak untuk kisaran 70 - 79, masih layak asalkan parameter yang tidak memenuhi syarat diperbaiki dengan pendekatan teknologi, dan kategori terakhir bernilai lebih kecil 60 untuk tidak dapat dipertimbangkan.

Table 1. Evaluasi Penilaian Lokasi Karamba Jaring Apung
(Location Rating System for Floating Net Karamba)

 

Parameter Rating Value Credit Value
Ecological Factor
A. Tinggi Air Pasang (meter)
     High Tide (meter)
> 1.0 = 5
0.5 - 1.0 = 3
< 0.5 = 1
2

10
6
2
B. Arus (meter / detik)
     Marine Current (meter/second)
0.2 - 0.4 = 5
0.005 - 0.2 = 3
0.4 - 0.5 = 1
2

10
6
2
C. Kedalaman Air dari dasar Jaring (meter)
     Water Depth from Net Bottom (meter)
> 10 = 5
4 - 10 = 3
< 4 = 1
2

10
6
2
D. Oksigen Terlarut (ppm)
     Soluble Oxygen (ppm)
5 = 5
3 - 5 = 3
< 3 = 1
2

10
6
2
E. Perubahan Cuaca
    Weather Change
Rare = 5
Moderate = 3
Frequent = 1
2

10
6
2
Endorsing Factor
A. Sumber Listrik
     Electric Supply
Good = 5
Adequate = 3
Poor = 1
1

5
3
1
B. Sumber Pakan 
     Feed Supply
Good = 5
Adequate = 3
Poor = 1
1

5
3
1
C. Tenaga Kerja
     Manpower
Good = 5
Adequate = 3
Poor = 1
1

5
3
1
D. Ketersediaan Benih
     Fry Supply
Good = 5
Adequate = 3
Poor = 1
1

5
3
1
E. Pencemaran
    Pollution
Good = 5
Adequate = 3
Poor = 1
1

5
3
1
 Adapted from : Tiensongusmee et al., 1986 (in P. Sunyoto, 2000)

 

Tabel 2. Areal Berpotensi untuk Budidaya Kerapu Sistem Karamba Jala Apung di Perairan Indonesia
(Potential Region for Grouper Cultivation with Floating Net Karamba System)

 

Province Region Area (hectare)
Aceh Weh Island, Sabang, Lnok Sudu Gulf, Simeulu Island 200
West Sumatera Ma Siperut, Sikapa, Siobar, Sipora Island, Sikkap Burial Island, Tarusan, Painan 100
Riau Batam Island, Bintan Island 350
Jambi Nipah Panjang, Kg Laut, Kuala Tungkal 50
South Sumatera Bangka 200
Lampung Hurun Gulf, Lampung Gulf 800
West Java Banten Gulf 400
East Java Gili Genteng Gulf, Grajakan, Banyuwangi, Perigi, Sendang Biru 300
Bali Pejarakan 50
West Nusa Tenggara Ekas Gulf, Waru Kelapa Gulf, Tanjung Sabodo, Saleh Sumbawa Gulf 440
North Sulawesi Sangihe Island 200
South Sulawesi Ujung Pandang, Pinrang, Slayar 200
East Kalimantan Tarahan, Berau, Bontang, Sengkuriang, Adang Gulf 110
Maluku Ambon 200
Adapted from : Tiensungusmee et al, 1989 (in P. Sunyoto, 2000)


Spesies Ikan
Dalam pergaulan internasional kerapu dikenal dengan nama grouper atau trout, mempunyai sekitar 46 spesies yang tersebar di berbagai jenis habitat. Dari semua spesies tersebut, bisa dikelompokkan ke dalam 7 genus meskipun hanya 3 genus yang sudah dibudidayakan dan menjadi jenis komersial yaitu genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus.
Spesies kerapu komersial Chromileptes altivelis termasuk jenis Serranidae, ordo Perciformes. Jenis kerapu ini disebut juga polka dot grouper atau hump backed rocked atau dalam bahasa lokal sering disebut ikan Kerapu Bebek. Ciri-ciri tubuh adalah berwarna dasar abu-abu dengan bintik hitam. Daerah habitatnya meliputi Kep. Seribu, Kep. Riau, Bangka, Lampung dan kawasan perairan terumbu karang. Kerapu Sunuk (coral trout) sering ditemukan hidup di perairan berkarang. Warna tubuh merah atau kecoklatan sehingga disebut juga kerapu merah, yang warnanya bisa berubah apabila dalam kondisi stres. Mempunyai bintik-bintik biru bertepi warna lebih gelap. Daerah habitat tersebar di perairan Kep. Karimanjawa, Kep. Seribu, Lampung Selatan, Kep. Riau, Bangka Selatan, dan perairan terumbu karang. Kerapu Lumpur atau estuary grouper (Epinephelus spp) mempunyai warna dasar hitam berbintik-bintik sehingga disebut juga kerapu hitam. Spesies ini paling banyak dibudidayakan karena laju pertumbuhannya yang cepat dan benih relatif lebih banyak ditemukan. Daerah habitat banyak ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kep. Seribu, Lampung, dan daerah muara sungai.

Aspek Pemeliharaan
Balai Penelitian masih kesulitan untuk menghasilkan benih kerapu dalam pemeliharaan buatan, sehingga menjadi kendala dalam pengembangan budidaya kerapu dalam hal penyediaan benih. Sarana penangkapan benih bisa menggunakan alat pancing (di daerah persembunyian ikan kerapu di rumpon ikan bekas kapal tenggelam dll), jaring angkat yang diikat di antara 2 perahu (rakit) atau ditancapkan ke dasar perairan, sero (perangkap pagar bambu untuk penggunaan di perairan pasang surut), bubu (semacam keranjang dari bambu atau anyaman kawat yang ditempatkan di dasar perairan), jaring kantong, dan jaring dorong. Dari lokasi penampungan benih ke tempat budidaya kerapu, diangkut dalam kantong plastik berkapasitas 20 l yang diisikan 3 l air laut untuk 20 ekor benih dengan berat rata-rata 25 gram. Suhu dalam kantong diusahakan 17 - 20 oC dn lama pengangkutan 1 - 2 hari. Pengangkutan jarak jauh (antar pulau) menggunakan sistem transportasi yang lebih aman.

Tabel 3. Padat Penebaran Benih
(Fry Spreading Density)

Weight / Long Size of Fry

Spreading Density

Two to three cm 200 - 250 heads per m3
Five cm 100 heads per m3
20 - 50 gram per head 50 - 60 heads per m3
100 - 200 gram per head 25 - 35 heads per m3

Pakan ikan kerapu untuk tahapan pembesaran berupa ikan rucah (ikan non ekonomis) yaitu antara lain ikan tembang, selar, dan rebon. Ikan rucah dipotong-potong untuk menyesuaikan dengan mulut ikan. Selama masa pendederan diberikan pakan sebanyak 2 - 3 kali sehari sampai ikan terlihat kenyang.  Memasuki tahap pembesaran, pakan ikan rucah diberikan per hari sebesar 15 % dari total biomass ikan kerapu berukuran 20 - 50 g. Seterusnya jumlah pakan diturunkan seiring dengan pertumbuhan ikan. Jumlah pakan dapat diturunkan menjadi 10 % dari biomass untuk ikan seberat 100 g. waktu pemberian pakan yang terbaik adalah sesaat setelah matahari terbit atau sesaat sebelum matahari terbenam.

Berat pasar untuk ikan kerapu adalah sekitar 500 gram yang cukup berbeda menurut spesies (ikan kerapu lumpur mempunyai ukuran konsumsi antara 400 - 1200 g, sementara kerapu bebek antara 500 - 2000 g). Laju pertumbuhan harian berbeda menurut spesies dan berat tubuh. Kerapu berbobot awal 50 - 100 g akan bertumbuh 2 - 3 % per hari sedangkan berat 200 - 300 g tumbuh 0,7 - 1,5 % per hari. Dibutuhkan waktu pemeliharaan selama 5 bulan untuk mencapai berat komersial 500 g (dari bobot awal 100 g). Ikan kerapu lumpur diberi pakan ikan rucah mempunyai nilai koversi pakan 5 - 8, sedangkan kerapu sunuk 8 - 12. 

Pemeliharaan kerapu bisa dilakukan di tambak maupun jala terapung. Pemeliharaan menggunakan jala apung lebih mudah sewaktu memanen hasil, dengan hanya mengangkat jala. Karamba jaring apung dipasang pada rakit, 4 karamba berukuran 3 x 3 x 3 m diikatkan dalam 1 rakit. Karamba menggunakan jaring polietilen (no 380 D/9 dan 380 D/13, ukuran mata jaring 1 atau 2 ". Beberapa rakit bisa digabungkan menjadi satu dilengkapi dengan rumah jaga dan lantai kerja. 

 

Summary :

Grouper as warm water  fish lately has been having good price about Rp 70,000 (US$ 70.00 per kg) especially for big restaurant in and outside the country. The grouper used to exported in live to several countries such as Singapore, Japan, Hongkong, Taiwan, Malaysia, and United States. High price and compatability of the environment for grouper cultivation, as Local Government invited Universities and Enterpreneur as partner to explore those challenge of investment. 

Feasibility studies conducted in Pangkalan Susu (Langkat, North Sumatera) and Pacitan (East Java) to ensure the possibility for investment on grouper cultivation using pond raising system or even floating karamba system (karamba = local term for basket of dragnet put in a stream / lake for raising fish). The studies as cooperation between Local Gov't Pacitan Regency and researcher of Indonesian University succeeded on maping 4 hectares potential area in southern coast of Java. The closed distance to main consumer in Singapore and large domestic market in Batam is another advantage for developing the grouper rearing in Langkat, North Sumatera.

As not all coastal area suitable for rearing grouper, should the location be considered for several main factors as followed :

1. Protected from big wave and typhoon as used to stress fish and decreasing their
    appetite.
2. Protected from predator threat which is marine carnivore and sea bird
3. Protected from industrial cesspool pollution, as well as compost heap and
    household wastage
4. Protected from up and down of big ship traffic as they created wavelength and
    ship disposal (diesel fuel)


Determining feasibility of location for cultivation grouper with floating net karamba system basically using cradit value based on several key parameter. The location will be categorized as good as in range of 80 - 100; feasible as in range 70 - 79; quite feasible as long as under qualified parameter could be improved by technological approach; and unfeasible criteria whereas the value below 60.

Species. Grouper has 46 species spread in several habitat,  grouped within 7 genus and 3 genus has been commercially reared so far which is Chromileptes, Plectropomus, and Epinephelus. The commercial species Chromileptes altivelis known as polka dot grouper or hump backed rocked or in local term as kerapu bebek. The species has grey body color with black spot. Their habitat cover such areas from Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Bangka, Lampung and ridge of rock waters territorial. Another species known as Kerapu Sunuk (coral trout) used to find live in coral waters. Also known as kerapu merah due to their red or brownish body color and change their color while in stress condition; and having blue spots. Habitat areas from Kepulauan Karimunjawa, Kepulauan Seribu, south
ern Lampung, Kepulauan Riau, southern Bangka, and coral waters. Kerapu Lumpur is local term for estuary grouper (Epinephlus spp) has black body color, and some time called as black grouper. This species being a most reared considering their fast growing. Habitat areas most ly in Banten Gulf, Segara Anakan, Kepulauan Seribu, Lampung and estuary areas. 

Rearing. Research Station so far faced a lot of obstacle in producing grouper fry from artificial rearing. Farmers much depend on catch from nature for their fry requirement using several devices such as fishhook, lift up net tied between 2 rafts (or boats), 'sero' such kind of bamboo trap used in rise and fall tides of waters, 'bubu' such kind of basket of bamboo / wire plaited placed at the bottom of waters, dragnet pouch, and pushing dragnet. Fry transported from the collection point to the
rearing area are put in 20 liter plastic bag, filled with 3 liter sea water to hold 20 fry 25 gram body weight on average. Inside temperature maintained at 17 - 20 Celcius degree for 1 - 2 days transportation. 

Grouper in grower phase used to feed with under quality catch fish, cut into pieces to suit the small opening mouth of the fish. Feeding 2 - 3 times a day. Entering the next phase (finisher), feeding rejected fish given at 15 % of total biomass of the 20 - 50 g size of grouper. Feed amount then decreased to remain 10 % of total biomass 100 gram size grouper. The best time for feeding is right after rising sun or right
before sun set.

Market weight fro grouper is about 500 gram which is different between species (400 - 1200 gram for estuary grouper; 500 - 2000 gram for hump backed rocked grouper). Daily growth rate also differ depend on species and body weight. Grouper with initial weight 50 - 100 gram will grow 2 - 3 % daily, meanwhile 200 - 300 gram grouper will have 0.7 - 1.5 %  daily growth rate. It takes 5 months of rearing to have 500 gram market weight from 100 gram initial weight. Estuary grouper fed with rejected fish will have 5 - 8 feed conversion ration, compared to 8 -12 of coral trout.

 

Reference :

1. Pramu Sunyoto. Pembesaran Kerapu dengan Karamba Jaring Apung. Penebar
    Swadaya. 2000.
2. Peluang Budidaya Kerapu di Pacitan. Bisnis Indonesia. aac.  9 May 2000.
3. BPS-KPKM Budidaya Kerapu. Bisnis Indonesia. esa. 3 April 2001 

 

See Other Articles :

Ekstensifikasi Pertambakan Mengancam Hutan Bakau
Pemeliharaan Ikan Nila Merah di Danau Toba



 ! Home Visit Our Sponsors Ads Articles Ads Here  ! Main ArticlesDirectory  !