Populasi sapi Bali yang merupakan bangsa
sapi asli Indonesia, berasal dari hasil domestikasi terus menerus banteng liar Bos
sondaicus (Bos banteng). Populasinya saat ini ditaksir
sekitar 526.031 ekor. Kekhawatiran akan terus menurunnya populasi sapi
Bali dipicu oleh kenyataan bahwa selama krisis ekonomi, tingkat permintaan
sapi lokal meningkat seiring mahalnya harga daging sapi impor. Sejumlah besar
sapi Bali hidup dikirim ke beberapa kota bear di pulau Jawa menjadi sering
terlihat belakangan ini. Sedikitnya 50.000 ekor sapi Bali setiap tahunnya
dikapalkan ke luar propinsi Bali.
Selain sapi Bali, bangsa sapi lokal lainnya adalah sapi Grati, sapi Madura
dan sapi Peranakan Ongole (keturunan hasil persilangan antara sapi Ongole
jantan dan sapi betina Jawa). Sapi Madura merupakan hasil persilangan
antara Bos sondaicus dan Bos indicus, ciri-ciori fenotipik punduk
diperoleh dari B. indicus, sedangkan warna kulit coklat atau merah bata
sama dengan B. sondaicus. Dari jumlah total populasi sapi lokal sebanyak
12.000.000 ekor, 500.000 ekor merupakan tipe sapi perah dan sisanya
11.500.000 ekor tergolong tipe sapi potong. Perkiraan pertambahan populasi
sebanyak 3.500.000 ekor per tahun.
Sejak lama sapi Bali sudah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia, dan
mendominasi spesies sapi di Indonesia Timur. Peternak menyukai sapi Bali
mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain : mempunyai
feritiliast tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang
baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat
berkembang biak, bereaksi positif terhadp perlakuan pemberian pakan,
kandungan lemak karkas rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging
impor. Fertilitas sapi Bali berkisar 83 - 86 %, lebih tinggi dibandingkan
sapi Eropa yang 60 %. Karakteristik reproduktif antara lain : periode
kehamilan 280 - 294 hari, rata-rata persentase kebuntingan 86,56 %,
tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya 3,65 %, persentase kelahiran
83,4 %, dan interval penyapihan antara 15,48 - 16,28 bulan.
Tabel 1. Penampilan Sapi Bali dengan Pemberian
Pakan Konsentrat Selama 154 Hari
(Performance of Bali Cattle Feeding with Concentrate Feed for 154 Days) |
Parameter |
Nilai (Value) |
Rata-rata Berat Hidup (kg)
Average Live Weight (kgs) |
334.7 |
Konsumsi Pakan Bahan Kering (kg/ekor/hari)
Dry Matter Feed Consumption (kg/head/day) |
6.02 |
Rata-rata Laju Pertumbuhan Harian (kg/ekor/hari)
Average Daily Gain (kg/head/day) |
0.66 |
Nisbah Konversi Pakan
Feed Convertion Ratio |
9.12 |
Kecernaan Bahan Kering (%)
Organic Matter Digestibility (%) |
86.60 |
Catatan : Pada penelitian di Institut
Pertanian Bogor, sapi Bali dengan berat awal 250 kg dibagi dalam 2
tahap perlakuan pakan. Tahap pertama diberikan rumput selama 3
bulan, diikuti pemberian campuran rumput dan konsentrat selama 154
hari, secara nyata meningkatkan berat badan sebanyak 50 kg.
(Note : On research conducted in Bogor Institute of Agriculture,
250 kg initial weight of Bali cattle divided with 2 stage feed
treatment. On the first stage, feeding grass for 3 months followed
with mixed grass and concentrate feed for 154 days on the second
stage will significantly increase body weight as much as 50 kgs.)
|
Permintaan Daging
Pasar domestik setiap tahunnnya rata-rata membutuhkan
490.000 ton daging atau setara dengan 1,4 juta ekor sapi dengan
berat hidup rata-rata 350 kg per ekor. Sementara pada saat yang
sama, peternakan lokal baru mampu menyediakan 350.000 ton daging dan
kebutuhan sisanya dipenuhi dengan melakukan impor dalam bentuk
400.000 ekor sapi bakalan untuk digemukkan dan sekitar 30.000 ton
daging beku. Impor sapi didominasi sapi-sapi asal Australia sebanyak
75 % dengan pertimbangan harga yang lebih murah dan kedekatan
geografis sehingga ongkos angkut lebih rendah. Kuantitas sisanya
didatangkan dari Amerika Serikat dan Selandia Baru. Belakangan ini
Pemerintah membuka kran impor dari negara-negara lain seperti
Kanada, Irlandia, dan Argentina. Sepanjang tahun 1990 telah diimpor
sebanyak 8.500 ton daging sapi dan 100.000 ekor sapi bakalan dari
negara tetangga tersebut. Pada tahun 2000 diputuskan untuk melakukan
impor 200.000 ekor sapi bakalan.
Tabel 2. Rata-rata Ukuran Penampilan
Produksi Sapi Potong
(Average Production Phenotipic of Beef Cattle) |
Parameter |
Species of Cattle |
Bali |
Ongole |
Peranakan Ongole (Hybrid of
Ongole) |
Madura |
Jumlah Yang Diukur (ekor) Population Sample
(head) |
122 |
89 |
169 |
132 |
Panjang Badan (cm)
Length Body (cm) |
132.6 |
136.9 |
131.3 |
127.3 |
Lingkar Dada (cm)
Round Chest (cm) |
185.2 |
183.3 |
162.3 |
158.8 |
Berat Hidup (kg)
Live Weight (kg) |
352.4 |
368.3 |
302.6 |
258.3 |
Berat Karkas (kg)
Carcass Weight (kg) |
197.1 |
179.9 |
136.2 |
121.9 |
Source : Fakultas Peternakan IPB, 1970 |
Tabel 3. Rata-rata Bagian Tertimbang Sapi
Yang Dipotong
(Average Organ Weight of Slaughtered Cattle)
|
Parameter |
Species of Cattle |
Bali |
Ongole |
Peranakan Ongole (Hybrid of
Ongole) |
Madura |
Jumlah Yang Diukur (ekor) Population Sample
(head) |
133 |
17 |
85 |
100 |
Berat Kepala (kg)
Head Weight (kg) |
15.1 |
19.6 |
15.2 |
15.1 |
Berat Kulit (kg)
Skin Weight (kg) |
30.4 |
26.8 |
18.4 |
16 |
Berat Kaki (kg)
Foot Weight (kg) |
6.1 |
7.5 |
5.8 |
5.1 |
Berat Ekor (kg)
Tail Weight (kg) |
1.9 |
2.9 |
2.3 |
2.9 |
Berat Jantung (kg)
Heart Weight (kg) |
5.3 |
6.7 |
3.8 |
3.4 |
Berat Hati (kg)
Liver Weight (kg) |
3.7 |
5.2 |
3.3 |
2.9 |
Source : Fakultas Peternakan IPB, 1970 |
Total konsumsi daging nasional sebanyak 1,5 juta ton per tahun
terdiri atas 450.000 ton daging sapi, 750.000 ton daging ayam dan
300.000 ton sisanya dikontribusi dari daging spesies lain seperti
kambing, domba, kebau, babi). Untuk memenuhi tingkat permintaan akan
daging sapi tersebut, setiap tahunnya harus dipotong sebanyak 1,6 -
1,7 juta ekor sapi dengan berat hidup rata-rata 125 kg. Tetapi
sayangnya, banyak peternakan yang ingin cepat memperoleh hasil
penjualan, juga memotong ternak-ternak betina yang sehat dan
potensial (diperkirakan sebanyak 70 % merupakan ternak betina
reproduktif dan pejantan unggul), selanjutnya menyisakan
ternak-ternak berkualitas rendah untuk dikembangbiakkan.
Pemerintah (Pusat dan Propinsi) mempunyai kebijakan standar untuk
persyaratan pengangkutan ternak antar propinsi tetapi masih
kesulitan untuk implementasi di lapangan. Apabila permasalahan ini
dibiarkan berlarut-larut maka penurunan populasi sapi lokal yang
begitu pesat, khususnya sapi Bali akan mengarah kepada kepunahan spesies.
|
Summary :
Sapi Bali as indigenous Indonesian cattle was domesticated from wild ox
Bos sondaicus (Bos banteng). The current population about 526,031 heads
are decreasing continuously. Rise demand on local red meat instead of
expensive imported beef meat lately became more obviously to decrease
the population of native species. A large amount of Bali cattle sent to
several main cities in Java being more intensified, and at least 50,000
heads were shipped out of the origin province (Bali) every year.
Others local species known as Sapi Grati, Sapi Madura and Sapi Peranakan
Ongole (cross result between male Ongole and female Jawa). Sapi Madura
actually known as cross result between Bos sondaicus and Bos
indicus. The phenotipic characteristic as hump heritaged from B.
indicus and brown or darken red skin color heritaged from B. sondaicus.
From as much as about 12,000,000 heads of total local population, 500,000 heads among them are
dairy type and the remaining 11,500,000 heads are beef type. Population
estimated to increase 3,500 heads annualy.
Long time Bali cattle has been spreading into entire areas in the country
and dominate cattle species in eastern region. Farmers prefer to raise
this species as they have several superior production characteristic such
as having high fertility, more resistant to adverse environment, fast
adapt to new envvironment, prolific, possitive response to feeding treat
ment, low fat carcass, meat tenderness not inferior with imported meat.
The fertility of Bali cattle is in range 83 - 86 % compared to 60 % fertility of Europaean cattle. Other reproductive characteristics
as pregnant period 280 - 294 days, conception rate 86.56 %, birth mortality 3.65 %, birth percentage 83.84 %, and weaning interval 15.48 - 16.28
months.
Meat Demand. Domestic market has averagely required 490,000 ton of meat
annualy, equal with 1.4 million 350 kg live weight cattle. Unfortunately at the same time, local farmers only to produce 350,000 ton of meat
and the shortage should be imported as 400,000 feeder steers for fattening and about 30,000 ton
as frozen meat. As much as 75 % of imported cattle coming from Australia, since their price is cheaper as much closer
geografically to lower the transportation cost. The remaining shortage
being fulfilled by importing from United States and New Zealand. Currently much signnificant amount imported from Canada, Irish, and Argentine.
During year 1999 such amount of 8,500 ton of beef meat and 100,000 heads
of feeder steers has been imported from several countries. Another 200,000
feeder steers should be imported in the year 2000.
National meat consumption totally about 1.5 million ton annualy consist
of 450,000 ton of beef meat, 750,000 ton of poultry meat, and remaining
300,000 ton from others species (goat, sheep, buffalo, swine). In order
to make sufficient, 1.6 - 1.7 million of 125 kgs live weight cattle should
be slaughtered annualy. Unfortunately a lot farmers also bring reproductive healthy female to the slaughter house and leave poor quality cattle
behind as for replacement stock or cattle breeder. Bali cattle will face
extincition in the short coming years when this uncontrolled slaughter
keep going. |
Reference :
1. D. Wahyuni. Sapi Bali di Ambang Kepunahan. Bisnis Indonesia.
October 2000.
2. B.A. Murtijo. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisius. 1990.
3. Tim Fokus. Perdagingan Nasional di Ujung Tanduk. Komoditas. No
07/Tahun 1.
October 1999.
|
|