Meskipun tidak semua garam produksi lokal
bermutu rendah tetapi kenyataan memang menunjukkan adanya
kelemahan-kelemahan yang vital bagi mutu suatu garam yang sering didapati
pada garam lokal antara lain rendahnya kandungan iodine yang tidak
memenuhi standar seperti ditetapkan oleh Lembaga Standar Nasional
Indonesia. Setidaknya ada 13 kriteria standar mutu yang harus dipenuhi
oleh produsen garam. Di antaranya adalah penampakan bersih, berwarna
putih, tidak berbau, tingkat kelembaban rendah, dan tidak
terkontaminasi dengan timbal/bahan logam lainnya. Kandungan NaCl untuk
garam konsumsi manusia tidak boleh lebih rendah dari 97 % untuk garam
kelas satu, dan tidak kurang dari 94 % untuk garam kelas dua. Tingkat
kelembaban disyaratkan berkisar 0,5 % dan senyawa SO4 tidak melebihi batas
2,0 %. Kadar iodium berkisar 30 - 80 ppm.
Jika dibandingkan dengan kualitas garam lokal produksi petani garam di
Cirebon, Jawa Barat, yang memiliki kandungan NaCl rendah di bawah 90 %,
maka akan sulit bersaing dengan garam impor dari Australia dan India yang
note bene bermutu lebih baik. Belum lagi dari sudut pertimbangan harga.
Kualitas garam rakyat harus ditingkatkan menyongsong era pasar bebas di
tahun 2003.
Sentra produsen garam di Jawa terdapat di sepanjang pantai
utara (Pantura) dan sedikit di jalur pantai selatan. Khususnya di Jawa
Tengah, daerah sentra garam terdapat di Rembang, Pati, Demak, Jepara, dan
Brebes, sedangkan di jalur selatan penghasil garam terdapat di Grobogan
yang lebih dikenal sebagai garam non tambak. Daerah utama penghasil garam
di Jawa Barat adalah terutama Cirebon dan Indramayu, yang menghasilkan
109.900 ton per tahun atau baru 66,9 %dari tingkat kebutuhan propinsi .
Kebutuhan garam untuk Jawa Barat yang sebesar 530.000 ton per tahun belum
mampu dicukupi sendiri sehingga sebagain disuplai dari Jawa Tengah dan
Jawa Timur. Kedua propinsi tersebut menghasilkan 900.000 ton per tahun.
Daerah potensial penghasil garam di luar Jawa antara lain terdapat di Nusa
Tenggara Barat dan Bali. Total luas daerah produsen garam meliputi 25.000
hektar (Jawa Timur 9.000 ha, Jawa Tengah 3.500 ha, Jawa Barat 3.500 ha,
daerah lain 3.500 ha). PN Garam yaitu perusahaan pemerintah yang
memproduksi garam sekaligus sebagai badan penyanggah, menguasai lahan
garam seluas 5.500 ha.
Pemerintah melalui Kepmen No 77/1995 tentang Pengolahan, Pelabelan dan
Pengemasan Garam Beryodium berupaya meningkatkan kualitas garam rakyat
sehingga memenuhi syarat SNI. Proses produksi garam rakyat kebanyakan
hanya bergantung pada alam (air laut dan cuaca) dan sedikit muatan
teknologinya. Khususnya kadar yodium rendah, dimana konsumsi dalam jangka
panjang menyebabkan timbulnya penyakit gondok di beberapa daerah akibat
kekurangan yodium. Untuk keperluan itu, Bank Dunia telah menyediakan dana
sebesar Rp 140 juta untuk standarisasi perusahaan garam. Di samping UNICEF
yang berencana mengalokasikan dana untuk membantu penarikan garam non
iodium yang terlanjur beredar di pasaran.
Proses Produksi Garam
Produksi garam adalah menguapkan air laut dalam petak-petak di pinggir
pantai. Air laut yang diuapkan sampai kering mengandung setiap liternya
sejumlah 7 mineral (CaSO4, MgSO4, MgCl2, KCl, NaBr, NaCl, dan air dengan
berat total 1.025,68 gram. Setelah dikristalkan pada proses selanjutnya
akan diperoleh garam dengan kepekatan 16,75 - 28,5 derajat Be setara
dengan 23,3576 gram. Untuk menghasilkan garam dapur hanya akan diperoleh
40,97 % dari jumlah semula.
Lokasi pembuatan garam yang ideal adalah memenuhi persyaratan antara lain
lokasi landai, kedap air, air laut dapat naik ke lahan tambak garam
(dengan atau tanpa bantuan alat), konsentrai air baku minimum 2,5 derajat
Be. Lokasi juga bersih dari sumber air tawar, dengan curah hujan sedikit
dan banyak sinar matahari untuk optimalnya penguapan air laut. Musim
kemarau yang panjang akan memperkecil frekuensi turun hujan.
Desain Lahan Garam (Sesuai
Peraturan Iodiumisasi) |
Basis Perhitungan
* Luas lahan 1 hektar
* Satu musim garam enam bulan kerja
* Satu ton garam (NaCl) 97,78 % db, dihasilkan oleh 50 m3
air laut 2,5 derajat
Be
* Safety factor 20 %, sehingga 60 m3 air
laut untuk satu ton produksi garam. |
|
Penyiapan Air Laut
* Target produksi 80 ton / musim garam
* Kebutuhan air laut = 80 x 60 m3 =
4.800 m3
* Kebutuhan air laut = 4.800 m3 :
6 = 800 m3 / bulan
* Pasang naik 2 kali / bulan (tanggal muda dan pertengahan)
* Persiapan air laut 800 m3 : 2 = 400 m3
setiap kali pasang naik |
|
Waduk
* Ukuran panjang 40 m, lebar 30 m, luas 15 %
dari luas lahan
* Kapasitas 400 m3 diolah 15 hari
* Kedalaman air waduk 0,4 m
* Luas lahan 400 m3 : 0,4 = 1.000 m3
* Total luas lahan 1.500 m3 untuk
saluran dan pematang |
|
Tenaga Kerja
* Untuk memindahkan air, kemampuan tenaga
manusia 12 l air laut / angkatan
* Air laut yang diolah per hari 400 m3 :
15 = 27.000 liter
* Jumlah angkatan 27.000 : 12 = 2.250 kali
* Satu menit 15 angkatan
* Waktu yang dibutuhkan 2.250 : 15 = 2,5 jam, dengan 1 jam
istirahat. Total wak
tu = 3,5 jam |
Suplai Garam
Kebutuhan garam nasional sekitar 1,839 juta ton per tahun terdiri
atas garam konsumsi 855.000 ton dan garam industri 984.000 ton. Kebutuhan
garam untuk industri soda menempati urutan teratas yaitu 76 %, diikuti
untuk kebutuhan industri pengeboran minyak (15 %) dan jenis industri lain
seperti kulit, kosmetik, sabun, dan es (9 %). Kebutuhan garam
konsumsi untuk makanan merupakan 72 % sedangkan sisanya dibutuhkan
untuk bahan penolong dalam industri makanan. Konsumsi garam per kapita
adalah 3 kg per tahun per orang.
|