Belum lama ini sedikitnya sudah 10 daerah
propinsi yang oleh Departemen Pertanian dinyatakan berisiko untuk usaha
peternakan yaitu antara lain Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua. Pernyataan tersebut didasarkan atas
hasil survei yang dilakukan pada bulan April 2000. Penyebaran
penyakit anthrax diperkirakan berasal dari importasi sapi-sapi perah asal
negara Eropa dan sapi potong asal Asia Selatan. Penyakit anthrax diketahui
sudah menjangkiti secara sporadis beberapa daerah di pulau Sumatera
seperti Jambi, Palembang, Padang, Bengkulu, Bukit Tinggi, dan Sibolga.
Sejarah Penyakit
Penyakit anthrax sudah sejak lama diketahui terdapat di sini
(1884) sebagaimana dilaporkan oleh Javasche Counrant menyusul serangan
anthrax pada kerbau di Teluk Betung, propinsi Lampung. Sejak saat itu, hampir setiap
tahun terjadi kasus serangan penyakit anthrax secara sporadis di beberapa
daerah seperti pulau Sumatera (Palembang, Lampung, Bengkulu, Tapanuli),
pulau Jawa (Jawa Barat, Tengah dan Timur), pulau Bali (Buleleng di tahun
1885), Nusa Tenggara Barat dan Timur, Kalimantan dan Irian Jaya (sekarang
Papua).
Pada tahun 1990 dilaporkan terjadi serangan penyakit anthrax terhadap
peternakan sapi perah di Kabupaten Semarang dan Boyolali yang menyebabkan
kematian ratusan ekor sapi. Sampai tahun 1994 laporan serangan anthrax
hanya berasal dari Sumatera Barat dan Nusa Tenggara Barat. Penyakit
anthrax menjadi sangat berbahaya karena menyerang semua hewan berdarah
panas bahkan juga menginfeksi manusia, dan bisa menyebabkan kematian.
Penularan kepada manusia bisa dengan cara mengkonsumsi hewan yang
terinfeksi anthrax yang proses pemasakannya tidak sempurna. Penularan
lewat pernapasan bisa terjadi terhadap pekerja penseleksi bulu domba yang
menderita anthrax.
Sejarah Kasus Anthrax di Purwakarta, Jawa
Barat
(Anthrax Outbreaks in Purwakarta, West Java) |
|
|
Desa (Village) |
Tahun Serangan (Year of Outbreaks) |
Cibungur |
1962 |
Cirangkong |
1985 |
Cirende |
1963, 1985 |
Cikadu |
1965 |
Cibukamanah |
1966, 1975, 1983 |
Cipayungsari |
1999 - 2000 |
|
|
|
Peternakan Burung Onta
Serangan penyakit anthrax terhadap flok burung onta mulai menarik
perhatian ketika Januari 2000 ditemukan kasus serangan anthrax terhadap
3.000 ekor burung onta di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Kasus pertama
kali diketahui di penghujung tahun 1999 atas hasil uji laboratoris
terhadap spesimen organ burung onta (ostrich) yang dilakukan oleh Faculty
of Veterinary Medicine and Research Institute of Veterinary di Bogor.
Kasus di peternakan burung onta yang dimiliki oleh PT Cisada Kema Suri,
diduga disebabkan oleh terabaikannya program vaksinasi untuk penyakit
anthrax. Upaya penanggulangan penyebaran penyakit anthrax dengan
memusnahkan sebanyak 2662 ekor burung onta berhasil diselesaikan dalam 5
hari kerja. Ternak dibunuh dengan strichnine yang diinjeksikan ke dalam
pembuluh darah vena yang akan mati dalam 10 detik. Semua bangkai ternak
ditempatkan dalam lubang sedalam 5 meter, dibakar dan dipendam dengan
kapur dan akhirnya tanah menutupi permukaan.
Ethiology
Penyakit anthrax dikenal juga sebagai splenic fever (radang limpa), yang disebabkan oleh
mikro organisme gram positip Bacillus anthracis. Di bawah mikroskop tampak
seperti barisan batang panjang. Sementara di dalam tubuh inang, Bacillus
melindungi dirinya dalam kapsul, dan akan membentuk spora segera setelah
berhubungan dengan udara bebas. Spora diketahui dapat bertahan hidup
bertahun-tahun dalam tanah yang cocok. Oleh karena itu, bangkai hewan yang
positip terkena anthrax atau mati dengan gejala anthrax tidak
diperbolehkan untuk dibedah untuk menutup peluang kuman anthrax
bersinggungan dengan udara. Semua peralatan kerja yang pernah bersentuhan
dengan hewan sakit harus direbus dengan air mendidih selama paling sedikit
20 menit.
Daerah-daerah yang mempunyai
catatan sejarah serangan anthrax akan tetap endemik yang berpotensi kuat
untuk serangan berikutnya. Semua hewan berdarah panas dapat terserang
penyakit anthrax yang tingkat kepekaannya akan berbeda di antara spesies.
Domba adalah yang paling peka, diikuti sapi, dan kuda sedangkan kerbau,
ruminansia kecil dan babi tergolong lebih tahan terhadap serangan anthrax.
Masa inkubasi bervariasi antara 3 - 5 hari.
Gejala awal dari ternak yang terserang anthrax diawali dengan suhu tubuh
tinggi (41 - 42 oC), kehilangan nafsu makan yang mengarah kepada
terhentinya produksi susu, edema di sekitar leher, hidung, kepala dan
scrotum. Hewan terlihat sempoyongan, gemetar, ambruk dan kematian sangat
cepat. Ternak yang lemah biasanya mati dalam waktu 1 - 3 hari.Pada ternak
babi dan kuda yang lebih tahan, gejala penyakit berjalan secara kronis dan
menyebabkan pembengkakan pada daerah tenggorokan. Sedangkan serangan pada
manusia menimbulkan tukak di kulit, septikaemia dan bisa menimbulkan
kematian.
Kematian hewan secara mendadak tanpa gejala klinis
khususnya di daerah endemik perlu dicurigai untuk kemungkinan
terinfeksi anthrax. Pemeriksaan preparat ulas darah dari hewan mati
perlu dilakukan secepatnya untuk kepastian penyakit, sehingga perlu
dihindari dilakukannya nekropsi terhadap hewan mati.
Penanggulangan Penyakit
Setiap kasus kejadian atau dugaan anthrax harus dilaporkan kepada
Dokter Hewan berwenang dan Dinas Peternakan setempat, karena dampaknya
bisa sangat luas apabila dilakukan penanganan yang salah. Pengobatan dapat
menggunakan penisilin, tetrasiklin, dan obat-obatan sulfa. Apabila
pengaruh obat sudah hilang, vaksinasi baru bisa dilakukan sebab pengobatan
dapat mematikan spora vaksin. Untuk memutus penularan, bangkai ternak dan
semua material yang diduga tercemar (karena pernah bersinggungan dengan
hewan sakit) harus dimusnahkan (dibakar) dan dikubur dalam-dalam di bawah
pengawasan Dokter Hewan atau petugas peternakan berwenang. Bagian atas
dari lubang kubur dilapisi batu gamping secukupnya. Area penguburan diberi
tanda supaya semua hewan di area sekitar menjauhi lokasi penguburan.
Summary :
Department of Agriculture has declared 10 provinces as possitively
as risky for farming operation that was Jambi, West Java, East Java,
Central Java, West Nusa Tenggara, East Nusa Tenggara, Central Sulawesi,
South East Sulawesi, and Papua. The declared based on survay conducted
last April 2001. So far the disease has been known to infect several
areas in Jambi, Palembang, Padang, Bengkulu, Bukit Tinggi and Sibolga.
The spreading was suspected initiated from dairy cattle imported from
European countries and beef cattle from South ASian countries.
History of Disease. Anthrax has been long known endemic since 1884 as reported by Javasche
Counrant following the anthrax outbreak on buffalo in Teluk Betung, Lampung province. Almost every year after the first outbreak, the
disease sporadically infected in several regions in Sumatera (Palembang,
Lampung, Bengkulu, Tapanuli), Java (West Java, Central and East Java),
Bali (Buleleng in 1885), West and East Nusa Tenggara, Kalimantan and
Irian Jaya (now Papua). Anthrax outbreak infected dairy cattle farm in
Semarang regency and Boyolali (located in Central Java) was known to
cause hundreds of cattle found dead in 1990. Up to 1994 limited outbreaks reported from West Sumatera and West Nusa
Tenggara .
Ostrich Farming. Flock of 3,000 ostrich were reported being infected with anthrax
disease in January 2000 in Purwakarta, West Java. Whereas the first outbreak was known end 1999 following laboratory test on the specimen of
ostrich organ which conducted by the Faculty of veterinary Medicine and
Research Institute of veterinary in Bogor. It was suspected that
carelessness by the farm management on vaccination program as main factor
to cause the outbreak. To eliminate the disease, as many as 2,662 ostrich were killed by injecting strichnine into vena blood vessel to
dead in 10 seconds. The elimination was completed within 5 working
days. All the carcass put in 5 meter deep hole, burned, then hid with lime
and covered with soil on the surface.
|
Reference :
1. Dharmojono. Anthrax, Penyakit Ternak Mengejutkan Tetapi
Tidak Mengherankan
Infovet. Edisi 067. Pebruari 2000.
2. Sepuluh Propinsi Berbahaya Untuk Lokasi Peternakan. Bisnis
Indonesia. 07 Mei
2000. msb.
3. Kasus Anthrax, Akibat Keteledoran Vaksinasi. Infovet. Edisi 067.
Pebruari 2000.
|
|