Bab 1 |
Pasal 1 |
Ketentuan Umum
(c) Penyakit hewan menular utama adalah
penyakit-penyakit yang mempunyai daya penularan cepat dan berdampak
sosial ekonomi atau yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan
masyarakat yang serius serta merupakan penyakit yang penting di
dalam perdagangan hewan serta bahan asal hewan secara internasional
; |
|
|
(d) Kesehtan Masyarakat Veteriner yang disingkat
Kesmavet adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan
bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak
langsung mempengaruhi kesehatan manusia ; |
|
Pasal 2 |
(1) Pemasukan daging dapat dilakukan oleh importir
umum sepanjang memenuhi ketentuan mengenai jenis dan kualitas,
persyaratan teknis penolakan penyakit hewan dan kesehatan masyarakat
veteriner sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
persyaratan keamanan dan ketentraman batin konsumen. |
|
|
(2) Importir dan/atau pengedar daging asal luar
negeri, harus mencegah kemungkinan timbul dan menjalarnya penyakit
hewan yang dapat ditularkan melalui daging yang diimpor dan/atau
diedarkannya, serta ikut bertanggung jawab atas keamanan dan
ketentraman batin konsumen. |
Bab II |
Pasal 3 |
Syarat Pemasukan Daging
Pemasukan daging harus memenuhi persyaratan teknis
yang terdiri dari persyaratan : a. negara asal; b. rumah potong asal
daging; c. kualitas daging; d. cara pemotongan; e. pengemasan; f.
pengangkutan, dan disertai surat keterangan kesehatan dan dokumen
lainnya dari negara asal. |
|
Pasal 4 |
Daging asal luar negeri, harus berasal dari suatu
negara yang :
a. sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
terakhir dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular utama Mulut
dan Kuku (Foot and Mouth Disease) dan Rinderpest;
b. dalam waktu 3 (tiga) tahun terakhir secara berturut-turut, negara
tersebut tidak melakukan vaksinasi terhadap penyakit hewan menular
utama Mulut dan Kuku dan Rinderpest;
c. telah memiliki sistem pengawasan kesehatan daging baik di Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) maupun dalam peredaran sekurang-kurangnya
memenuhi standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia. |
|
Pasal 5 |
(1) Pemasukan daging babi, di samping harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, negara asal daging
yang bersangkutan harus :
a. sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
terakhir telah dinyatakan bebas dari penyakit Swine Vasicular
Disease, Teschen Disease, dan African Swine Fever ;
b. berasal dari suatu peternakan yang sekurang-kurangnya dalam
jangka waktu 12 (dua belas) bulan terakhir sudah dinyatakan bebas
dari Transmisible Gastro Enteritis (TGE), Trichomosis dan
Cysticercosis. |
|
|
(2) Pemasukan daging unggas selain harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, negara asal
daging unggas yang bersangkutan harus sekurang-kurangnya dalam
jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari terakhir dinyatakan tidak
sedang mewabah penyakit Fowl Plague. |
|
|
(3) Pemasukan daging itik, di samping harus memenuhi
persyaratan sebagaimana tersebut dalam ayat (2), daging itik yang
bersangkutan harus berasal dari suatu peternakan yang dalam jangka
waktu 90 (sembilan puluh) hari terakhir telah dinyatakan bebas dari
penyakit Duck Viral hepatitis dan Duck Viral Enteritis. |
|
Pasal 6 |
Daging asal luar negeri harus berasal dari Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) yang berada di bawah pengawasan Dokter Hewan
yang berwenang di negara asal, dan RPH tersebut telah diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia yang sekurang-kurangnya setera dengan
standar RPH kelas A di Indonesia. |
|
Pasal 9 |
Daging asal luar negeri harus dikemas, dan kemasan
daging tersebut harus :
1. asli dari negara asal dan diberi segel;
2. mencantumkan Nomor Kontrol Veteriner;
3. mencantumkan tanggal pemotomgan;
4. mencantumkan jenis dan kualitas, daging dan peruntukkannya. |
|
Pasal 10 |
(1) Daging asal luar negeri harus diangkut secara
langsung dari negara asal ke pelabuhan tujuan pemasukan di
Indonesia, dan tidak boleh diturunkan di negara transit.
(2) Pemasukan daging dengan cara transit di atau reekspor melalui
negara lain, dapat disetujui dengan pertimbangan khusus, setelah
diadakan penilaian dan pengamanan terlebih dahulu, serta tidak
bertentangan dengan Pasal 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 Surat Keputusan
ini. |
|
Pasal 11 |
(1) Daging asal luar negeri yang diangkut dengan
kontainer, maka kontainer tersebut harus disegel oleh Dokter Hewan
yang berwenang dan segel tersebut hanya dapat dibuka oleh Petugas
Karantina Hewan pada tempat pemasukan.
(2) Daging yang mempunyai Sertifikat Halal tidak boleh dicampur
dalam satu wadah atau kontainer dengan daging yang tidak mempunyai
Sertfikat Halal.
(3) Selama dalam pengangkutan, temperatur dalam kontainer atau alat
angkut harus dijaga stabil, untuk daging segar berkisar antara 0 oC
sampai dengan 4 oC, dan untuk daging beku berkisar antara 18 oC
sampai dengan 22 oC di bawah nol. |
Bab III |
Pasal 13 |
Tata Cara Pemasukan Daging
(2) Direktur Jenderal Peternakan melakukan penilaian terhadap
situasi penyakit, sistem pengawasan kesehatan dan tata cara
pemotongan daging, RPH dan Perusahaan Pengolahan Daging di negara
atau bagian suatu negara asal daging, serta jenis, kualitas, dan
peruntukan daging yang akan dimasukkan dari luar negeri ke dalam
wilayah negara Republik Indonesia.
(4) Untuk keperluan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
importir mengajukan permohonan rencana pemasukan daging secara
tertulis kepada Direktur Jenderal Peternakan dengan mencantumkan
Negara Asal, nama, Alamat, dan Nomor Kontrol Veteriner RPH atau
Perusahaan Pengolahan Daging, tujuan daerah pemasukan, jenis dan
peruntukan, serta jumlah dan rencana pemasukan daging serta
melampirkan data perusahaan dan data teknis yang dipersyaratkan. |
|
Pasal 14 |
(1) Direktur Jenderal Peternakan setelah menerima
permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 13 ayat (4),
paling lama dfalam waktu 14 (empat belas) hari telah memberikan
jawaban yang berupa penolakan atau persetujuan.
(2) Dalam hal Direktur Jenderal Peternakan menyetujui permohonan
pemasukan daging tersebut pada ayat 91), maka Direktur Jenderal
Peternakan menerbitkan surat persetujuan pemasukan berdasarkan
permohonan yang ada, rencana pemasukan dalam kurun waktu tertentu
dan mencantumkan persyaratan kesehatan atau kewajiban lain yang
harus dipenuhi oleh importir.
(3) Dalam hal Direktur Jenderal Peternakan menolak permohonan
pemasukan daging dari luar negeri, maka Direktur Jenderal Peternakan
menerbitkan surat penolakan pemasukan dengan mencantumkan
alasan-alasan penolakannya.
(4) Tembusan surat persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud
ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kepala
Dinas Peternakan Propinsi Dati I setempat, Kepala Pusat Karantina
Pertanian, dan Kepala Karantina Hewan setempat. |
Bab IV |
|
Pengawasan Peredaran Daging Asal Luar Negeri |
Bab V |
|
Penutup |